Pernahkah kamu terpikirkan akan hujan? Dingin, basah, gelap. Membuat orang-orang kalang-kabut mencari tempat berteduh ketika ia menjamah daratan Bumi. Membuat bunga-bunga dan atap rumahmu menjadi basah. Membuat banyak genangan di jalan yang lalu tanpa sengaja kamu melangkah ke dalamnya dan membuat sepatumu kotor.
Tapi pernahkah kamu terpikirkan apa rasanya ketika menjadi hujan? Hujan yang terkadang kamu keluhkan kedatangannya. Pernahkah?
Pernahkah kamu terpikirkan sakitnya terjatuh dari ketinggian ribuan kaki dalam tubuh yang terpecah-pecah menjadi milyaran keping hanya untuk terhempas di atas aspal keras? Atau pernahkah kamu terpikirkan harus rela mengalir di cabang pepohonan lalu ke atas dedaunan, kemudian terhisap ke dalam tanah sampai akhirnya berakhir di samudera tak bertuan hanya untuk berputar ke tempat semula diatas sana, lalu kembali tercerai-berai?
Apakah kamu pernah melihat hujan dari sisi yg lain?
Atau ketika angin bercampur tetesannya terhempas ke dadamu adalah salah satu cara dariNya agar kamu selalu tahu bahwa mendekat kepadaNya adalah tempat yg hangat untukmu berlindung.
Atau sesederhana ketika ia datang adalah salah satu dari sekian banyak cara yg Ia gunakan untuk mengingatkanmu untuk bersyukur.
Tapi kamu tak pernah terpikirkan akan hal itu. Kamu masih mengeluh ketika hujan datang, padahal bukan maksudnya untuk membuatmu jengkel. Itulah tugasnya dan hanya sedikit yg bisa menebak arti dibalik kedatangan hujan. Karena ketika cahaya bulan tertutup awan dan masih banyak yang kehilangan arah, dengan tubuhnya yg tercerai-berai, ia menjadi penuntun mereka untuk kembali pulang ke rumah.
PS: dan aku berterima kasih pada hujan yang turun karena telah mengulur waktuku sedikit lebih lama untuk duduk di sampingnya.
Depok, 31 Agustus 2014
No comments:
Post a Comment