4.06.2015

Hujan Yang Membisu

Dan lingkaran itu selesai sudah. Lenyap. Menguap berpelukan bersama udara sore hari ini. Membawa serta oksigen dan sisa-sisa harapan yg susah payah kuhirup. Sesak. Lalu jari-jemari ini yg masih ingin meraih ujung baju abu-abu miliknya. Masih ingin merasakan helai-helai rambutnya yg bergelombang. Masih ingin menggenggam telapak tangannya yg kasar.

Ia lalu bergeser sedikit ke kanan, mempersilakanku untuk keluar dari kotak. Kedua kaki ini mematung, seolah menyatu dengan tanah. Tak ingin beranjak kemana-mana walaupun pada kenyataannya tak ada lagi yg tersisa disana.

Bukan aku yg melangkah duluan keluar dari daun pintu itu, tapi dia. Dan aku hanya bisa memandang punggungnya yg semakin menjauh. Lalu hujan perlahan turun. Menetes butir demi butir, merayap dari muaranya di palung terdalam hati, naik hingga ke sudut mata kemudian mengalir ke ujung dagu dan jatuh ke kehampaan.

Hujan, mari kita menangis. Tak usah bersuara, biar semua tetap hening. Pasang senyum saja, biar tiada yg tahu.

No comments:

Post a Comment