9.23.2019

Afloat

Ibarat pecandu nikotin, sebegitu butuhnya gue akan distraksi belakangan ini. Gue biarkan diri gue tenggelam di tumpukan kerjaan kantor, bahkan dengan senang hatinya lembur di kantor, pergi keluar ke mana pun yang bahkan kadang ngga ada tujuannya sama sekali, atau mengiyakan ajakan teman yang minta ditemani ke suatu tempat tanpa pikir panjang.

Sebisa mungkin memadatkan aktivitas dan waktu di luar rumah. Sampai pada titik gue ngga peduli akan secapek apa gue besok, atau jam berapa gue akan sampai di rumah, yang penting gue ada distraksi sebanyak mungkin hanya supaya tidak ada celah untuk yang lain menyeruak ke otak. Ngga sehat memang, tapi gue butuh itu. Karena saat semua kesibukan, hingar-bingar, dan euforia itu selesai dan gue buka pintu kamar, semuanya akan kembali berebut menampar gue berkali-kali.

Terkadang semua distraksi itu terasa palsu. Raga gue melakukan itu semua, tapi tidak dengan seperempat bagian otak gue yang masih aja berhasil disusup oleh pikiran-pikiran yang seharusnya enyah. Malah jadinya seperti mengambang begitu aja setiap hari. Entah masih kurang banyak distraksi atau gue sendiri yang masih belum bisa menyingkirkan semua pikiran-pikiran tersebut.

Lantas gue bingung, hal apa lagi yang harus gue lakukan supaya gue ngga dikerumuni mereka. Sebab ngga peduli sebanyak apapun gue menjejalkan segala kegiatan semu itu, gue masih merasa kosong.

No comments:

Post a Comment