Lantas mataku menadah, bertatap muka dengan langit, melihatmu terbang dengan sayapmu yg berkibar-kibar di belakang. Ringan sekali sepertinya tubuhmu ditiup angin hingga mampu terbang tinggi seperti itu.
Bahagia kah kamu di atas sana? Bagaimana pemandangannya? Bagaimana rasanya mencumbu awan? Bagaimana rasanya ketika hujan menimpa tubuhmu terlebih dahulu sebelum terserap ke dalam tanah pertiwi? Bagaimana tidurmu yg lelap disenandung bulan yg hanya sejengkal dari kepalamu?
Namun lupa kah kau bahwa kau hanya dibatasi oleh benang kelabu yg jikalau putus maka tamatlah riwayatmu? Ingatkah kau bahwa aku ada di bawah sini, menatap memuja gemulai tarianmu? Lupa kah kau kedua tangan ini lah yg membawamu hingga ke atas sana? Lupa kah kau bahwa tubuh ini yg berlari melawan angin supaya kau bisa meluncur ke atas?
Dan apa sebetulnya niatmu?
Mencoba menyamai pesawat terbang kah? Mencoba menjadi burung? Atau apa?
Mencoba menyamai pesawat terbang kah? Mencoba menjadi burung? Atau apa?
Lantas untuk apa?
Menipu diri sendiri?
Mengisi kekosongan hati dengan ilusi?
Menipu diri sendiri?
Mengisi kekosongan hati dengan ilusi?
Menunggu kereta kembali melaju,
Lalu layang-layang mencuri pandanganku.
Stasiun Kroya, 19 Oktober 2015.
No comments:
Post a Comment