Cus.
Oke Bandung hari kedua, gue dan Dini malam sebelumnya, disela-sela makan indomi rebus, memang sudah sepakat tentang tujuan wisata untuk hari kedua dan ketiga. Dan untuk hari kedua tujuan wisatanya adalah... JENG JENG JENG... TEBING KERATON!!!
I know, I know, very common place, very touristy. Ya ya ya. We get it. Tetapi, memilih Tebing Keraton ini bukan tanpa alasan sodara-sodara sekalian.
Gue dan Dini sudah tahu soal keberadaan Tebing Keraton dari semenjak kuliah dulu. Dari sebelum Tebing Keraton ngehits seperti sekarang. Kita berdua tahu dari Instagram, dan semenjak itu kita penasaran seperti apa sih Tebing Keraton? Karena dari foto-foto yang gue lihat di Instagram... Well, keren banget bro!
Jadilah kita punya target untuk ke sana, sekadar memuaskan hasrat keingintahuan.
Namun apa daya, uang belum bisa dipakai untuk jalan-jalan, ditambah jadwal kuliah yang menyita waktu juga. Jadi kita berdua hanya bisa pasrah, sambil memasang muka mupeng setiap ada yang posting Tebing Keraton di Instagram . Dan yang lebih bikin geregetannya lagi, salah satu teman dekat kita berdua yang malah duluan berangkat ke Tebing Keraton. Kan kesel ya. Wq.
Setelah sekian lama penasaran soal Tebing Keraton akhirnya datanglah kesempatan untuk betul-betul lihat seperti apa sih Tebing Keraton itu.
Kita berangkat sekitar jam 9an, again, naik Uber. HAHAHAHA. Supir Ubernya juga mungkin kaget ketika tahu tujuan kita ke mana, tapi beliau masih mau mengantar kita berdua yang buta arah.
Kita kira bisa diantar sampai depan pintu masuk Tebing Keraton, tapi ternyata hanya sampai bawah karena mobil memang hanya bisa sampai di situ, kalau motor masih bisa naik sampai atas. Yep, menanjak bukit. We'll get there in a bit.
Setelah bayar Uber dan mengucap terima kasih ke supirnya, kita diserbu oleh tukang ojek yang menawarkan jasanya untuk mengantar sampai ke depan pintu masuk Tebing Keraton. Tapi mendengar harga yang mereka tawarkan yang mulai dari 50ribu rupiah sampai 80ribu, kita berdua langsung ogah. Lalu kita lihat ada dua anak kecil yang asik jalan kaki menuju pintu masuk Tebing Keraton. Akhirnya, kita pun ikutan jalan kaki. Salah satunya sih karena pembuktian kalau kita masih kuat untuk jalan kaki 3km dengan medan yang ... well, menanjak.
Medan yang kita berdua tempuh itu sama kayak hidup, engga selamanya mulus kayak kulitnya artis korea, beberapa kali kita berdua bertemu jalan berbatu dan kerikil tajam. Hahahaha. Tapi serius. Jalanannya seperti itu. Wuah, napas gue dikuras habis. Ketahuan kan engga pernah olahraga. Mau ngobrol sama Dini sudah keburu capek duluan. Beberapa kali juga meminta Dini untuk memperlambat jalan. Memang dasar nenek-nenek.
Tapi pemandangan sepanjang jalannya itu... duh, sejuk banget untuk mata. Yah maklum, namanya juga hidup di kota, jarang melihat yang hijau-hijau.
all taken with iPhone 5 |
See I told you.
Anyway, foto-foto diatas masih foto asli yang artinya belum gue edit sama sekali. Sejuk banget ngga sih pemandangannya kayak begitu? Sekalipun matahari waktu itu lagi semangat-semangatnya, tapi udaranya tetep sejuk.
Disela-sela kewalahan menghirup oksigen, gue dan Dini akhirnya sadar salah satu alasan kita berdua masih jomblo sekian tahun,
Gue: Din, kayaknya ini alasan kenapa kita jomblo begini lama.
Dini: Apaan emang Ca?
Gue: Kita terlalu strong, kita terlalu mandiri, kita pada dasarnya engga butuh pacar. Liat aja nih buktinya, ngayap berdua doang bisa, nanjak bukit begini juga kita bisa walaupun rasanya gue pengen terbang aja langsung ke Tebing Keraton. Ya engga heran lah kita ngejomblo begini.
Dini: HAHAHAHA iya Ca, kita terlalu strong.
Walaupun lelah, napas sudah megap-megap, dan rasanya pengen terbang aja langsung ke Tebing Keraton, tapi begitu lihat pemandangan sekitar, semua yang gue sebutkan barusan... ngga hilang sih, masih ada. Capek banget bro! Asli. Dan setelah 3km mendaki medan tempur, akhirnya sampailah kita di TEBING KERATON!!!
See you in Part 2.
No comments:
Post a Comment