Dulu, kala aku bersedih, dia bawakan segelas air. Awalnya aku bingung, maksudnya apa. Katanya supaya lebih lega, entah tenggorokan atau hatinya. Dua-duanya lah. Ya sudah, kepalang sudah diberi, kuminum saja sampai habis. Tak lama tangisku reda.
Sekarang kuberikan gelas itu padanya. Kuisi penuh oleh seluruh air mata yang pernah jatuh bebas dalam namanya. Terus kutuang hingga tak ada satu inci ruang tersisa.
Biar dia minum airnya. Rasakan pahit menjalar di lidahnya seperti bergelas-gelas kopi yang ia minum, yang kerap ia tawarkan padaku namun selalu kutolak karena aku tak suka dengan pahitnya. Rasakan manis menggelayar di bibirnya seperti perbincangan malam yang pernah ada atau kecup yang tersemat saat bertatap muka.
Biar dia sekalian berendam di dalamnya
Tapi sudah, sampai disitu saja karena semua terlambat sudah.
4th May 2018
No comments:
Post a Comment