Waktu yang malas untuk memelan dan aku yang dibuatnya terus kalang-kabut. Terengah-engah menyamai temponya yang makin cepat. Ah, memang akunya saja yang lambat. Nanti tahu-tahu sudah harus berpisah tempat, lantas aku yang masih tak tahu caranya berteman dengan jarak.
Dari aku lahir sampai bulan Agustus lalu, November adalah bulan yang selalu aku tunggu-tunggu. Sederhana sebetulnya, karena aku kebetulan lahir di bulan itu. Tapi sekarang, untuk pertama kalinya aku tidak mau November datang. Biar saja terus Oktober atau mundur hingga ke Lebaran kemarin pun tak apa, asal bukan November.
Aku ingin Oktober diputar beberapa kali dulu, setidaknya sampai aku berhasil berkompromi dengan kilometer yang nantinya berdiri di tengah-tengah antara aku dan dia. Atau paling tidak sampai aku siap memberikan ruang yang kelewat lebar untuk masuk jadi orang ketiga. Padahal pada dasarnya manusia tidak ada yang pernah siap untuk masalah, begitu yang selalu dia bilang.
Lucunya lagi, sebelumnya pun aku pernah tinggal lebih jauh, bukan hanya sekedar kota tapi sudah beda negara. Ya walaupun dulu statusnya masih sendiri, jadi tidak yang gimana-gimana, lagipula itu hanya sementara. Sekarang yang cuma beda kota saja beratnya luar biasa, sudah punya pacar soalnya, ditambah lagi ini untuk selamanya.
Tuhan, tak bisakah Engkau buat lubang cacing seperti yang ada di angkasa sana lalu ditaruh di halaman belakang rumahku nanti? Biar tak perlu banyak waktu untuk sampai di kotaku yang dulu. Biar kalau rindu, tak perlu menggebu-gebu, yang lalu rusuh sendiri menanti-nanti saat untuk bertemu. Semisal terlalu merepotkan, ya pintu ke mana saja milik Doraemon pun sudah cukup. Biar nanti begitu kubuka langsung sampai di kamarnya.
24th September 2018
No comments:
Post a Comment