Bunyi gores pena berhenti mengukir aksara terakhir. Selesai sudah. Kata demi kata telah sedemikian rupa terangkai, rapih tersusun dalam selembar kertas. Kubaca ulang perlahan, mencari anomali pada yang mengapit spasi. Sudah cukup rasanya.
Jarum jam di dinding masih berisik berceloteh memaksa paragraf ini segera dikirim ke tujuannya. Kutatap secarik kertas itu lekat-lekat, tiap huruf, bahkan titik dan koma, sebelum akhirnya kulipat jadi tiga dan kuselipkan di antara timbunan kertas lainnya berharap tiada yang pernah menemukannya.
Nyaliku redup. Membayangkan tulisan ini terbaca olehnya membuatku gugup luar biasa sekalipun memang tujuanku menguntai abjad ini adalah untuk sampai padanya. Sudah lah aku tak pandai bicara, nyali memberikan surat untuknya pun aku tak ada.
Mungkin masih akan ada banyak lembar-lembar surat yang tidak pernah sampai pada Tuannya, kalimat-kalimat yang tidak akan pernah sempat terungkap, akibat dari nyaliku yang cepat lenyap. Namun semoga suatu saat nanti, entah bagaimana pun caranya aku mengumpulkan dan mengikat nyali ini, ada satu surat yang tidak berakhir ditutup debu seperti ribuan surat sebelumnya.
No comments:
Post a Comment