10.11.2020

Day 5 - Mereka

Akhirnya sampai juga di hari kelima, tapi masih jauh dari hari ketiga puluh. Jauh banget. Yaudah ngga apa-apa, kan one step at a time. Pelan-pelan yang penting nanti selesai, ya kan?

Di hari kelima ini saya harus menulis tentang orang tua. 

Orang tua saya hanya dua orang manusia dari kalangan biasa. Bukan orang terkenal yang banyak dibincangkan sana-sini, walaupun begitu mereka tetap orang yang saya banggakan, terlepas dari ketidaksempurnaan mereka sebagai manusia.

Papa saya seorang yang gemar olahraga, jauh berbeda dengan anak-anaknya. Saya dan abang ngga ada minat atau ketertarikan sedikitpun dengan olahraga. Pokoknya darah olahraga dari papa saya ngga menurun ke saya dan abang. Baru belakangan ini aja saya mulai workout, itu juga demi perut rata. Walaupun sekarang-sekarang ini kebanyakan magernya dibanding workoutnya, tapi sebisa mungkin saya luangkan waktu untuk workout, demi perut rata! Beda cerita dengan papa, kalau papa olahraga karena memang hobi, makanya badannya besar. 

Walaupun darah olahraga beliau tidak ada yang nyangkut di anak-anaknya, tapi darah seninya justru mengalir dengan lancar tanpa hambatan.

Papa terlahir di keluarga yang banyak berkutat dengan seni. Kakek saya salah seorang pencipta lagu, tidak terlalu terkenal, tapi papa sering bercerita kalau lagu ciptaan kakek saya itu cukup banyak. Papa bisa bermain gitar, walaupun tidak secanggih gitaris terkenal dunia, tapi paling tidak itu cukup untuk mengajarkan saya kunci dasar gitar.

Lalu, setiap ada tugas membuat prakarya dari sekolah, papa selalu yang paling sigap membantu, and sometimes went extra for it. Terkadang hasil tangan beliau terlalu advance untuk seorang anak SD hahahaha.

Selain itu, papa saya jago masak. Kalau pembantu sedang mudik, papa yang turun ke dapur. Saya paling doyan fried chicken dan mie acak buatan beliau. Sayangnya, kedua resep ini belum sempat diturunkan ke saya sebelum beliau meninggal dunia di tahun 2013 lalu karena stroke. 

Mama saya seorang yang jago Bahasa Perancis. Ini beneran. Mama mengambil jurusan Sastra Perancis saat masih kuliah dulu, katanya karena ingin menjadi stewardess di maskapai Perancis yang saat itu sedang keren-kerennya. Tapi sayang, tidak dapat meluluhkan hati nenek saya saat meminta izin. Kalau sekarang ditanya tentang Bahasa Perancis mungkin sudah tidak sejago dulu, tapi katanya masih ada beberapa kata atau kalimat yang beliau mengerti. Selain jago Bahasa Perancis, mama juga jago Bahasa Inggris. Kayaknya kemampuan berbahasa ini menurun ke saya dan abang. 

Mama juga suka membaca. Dari kecil beliau sudah bergulat dengan buku-buku cerita, dan kebanyakan buku cerita yang dibaca adalah yang berbahasa Inggris. Hobi membaca ini jelas turun ke saya. Dari semenjak kecil, saya sudah dikenalkan dengan buku-buku cerita oleh mama.

Mama dulu tomboy banget. Hobinya naik gunung bareng teman-temannya. Selain itu, mama terkenal "preman" di kalangan tetangganya dari semenjak kecil, karena banyak bermain dengan laki-laki, dan tingkahnya bak jagoan. Banyak yang ngga berani macam-macam dengan mama katanya. Untuk yang satu ini kadang saya masih agak sulit mencerna, karena setiap saya melihat mama, saya masih tidak bisa membayangkan mama dulu seperti itu.

Kebalikan dengan papa, mama saya paling ogah masak. Makanya untuk urusan dapur, papa yang selalu turun. 

Di balik hal-hal yang membuat mereka berdua menarik di mata saya, mereka pun tidak luput dari ketidaksempurnaan layaknya seorang manusia. Walaupun begitu, mereka masih menjadi orang yang saya banggakan, dan juga panutan saya. Paling tidak panutan untuk terus menjadi manusia yang lebih baik, yang belajar dari kesalahan mereka supaya tidak terjatuh di lubang yang sama. 

No comments:

Post a Comment